BLINDING DALAM BIDANG FARMASI
Rabu, 15 Agustus 2018
Edit
A. Pengertian
Epidemologi
merupakan salah satu metode penelitian yang salah satu cirinya adalah
direncanakan dan dilaksanakan oleh manusia yang mempunyai sifat ingin
tahu atau secara garis besar arti dari epidemologi adalah mempelajari
populasi. Farmakoepidemologi merupakan ilmu yang berasal dari dua
disiplin ilmu Farmasi dan Epidemiologi dimana bertujuan membantu
pelajari tentang penggunaan obat dan efeknya pada sejumlah besar
manusia.
Penelitian
dalam epidemiologi terbagi menjadi dua grup besar yaitu penelitian
eksperimen/uji klinis dan penelitian observasional. Penelitian
eksperimen/uji klinis atau intervensi (intervention trial) tujuannya
adalah untuk mengukur efek dari suatu intervensi terhadap hasil tertentu
yang diprediksi sebelumnya. Desain ini merupakan metode utama untuk
menginvestigasi terapi baru. Misal, efek dari obat X dan obat Y terhadap
kesembuhan penyakit Z atau efektivitas suatu program kesehatan terhadap
peningkatan kesehatan masyarakat. Penelitian eksperimen/uji klinis
dengan teknik randomisasi akan lebih besar kualitasnya jika dalam
pengukurannya dilakukan penyamaran (blinding).
B. Blinding
Pembutaan
(blinding) adalah metode untuk melakukan uji klinis di mana peserta
tidak tahu siapa yang mengambil pengobatan eksperimental, pengobatan
standar (kontrol), atau plasebo. Dalam studi buta, para relawan tidak
tahu apa pengobatan (jika ada) yang mereka terima. Yang dimaksud dengan
penyamaran (blinding) di sini adalah merahasiakan bentuk terapi yang
diberikan. Dengan penyamaran, maka pasien dan/atau pemeriksa tidak
mengetahui yang mana obat yang diuji dan yang mana pembandingnya.
Biasanya bentuk obat yang diuji dan pembandingnya dibuat sama. Tujuan
utama penyamaran ini adalah untuk menghindari ‘bias’ (pracondong) pada
penilaian respons terhadap obat yang diujikan baik yang berasal dari
peneliti, subyek, maupun evaluator penelitian karena sangat penting di
mana hasilnya adalah sama sekali subjektif. Oleh karena bias dapat
terjadi diberbagai bagian uji klinis, maka ketersamaran juga harus
diupayakan pada berbagai bagian uji klinis, seperti pada saat
randomisasi, alokasi subyek, pelaksanaan uji klinis, pengukuran, dan
evaluasi hasil.
Salah
satu tekhnik ketersamaran yang banyak dipakai dalam fase intervensi,
baik pada desain pararel ataupun desain menyilang, adalah penggunaan
placebo, yang diberikan pada kelompok kontrol.
Apabila dipergunakan placebo maka perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini :
- a. Placebo dapat dipergunakan apabila belum ada pengobatan untuk penyakit yang diteliti. Apabila pengobatan yang diteliti merupakan tambahan pada regimen standar yang sudah ada, maka placebo juga dapat digunakan.
- b. Placebo diperlukan terutama apabila hasil pengobatan bersifat subyektif, misalnya berkurangnya rasa sakit, perubahan gambaran radiologis dan lain sebagainya. Apabila efek yang dinilai bersifat obyektif, misalnya kadar kimia darah, maka kepentingan placebo tidak terlalu penting.
- c. Placebo lebih aman dipergunakan untuk penyakit yang tidak berat. Pada penyakit berat, lebih-lebih bila sudah terdapat indikasi sebelumnya bahwa obat yang diteliti bermanfaat, penggunaan placebo harus dipertanyakan.
Maksud
penggunaan placebo adalah untuk mengurangi atau menyingkirkan bias,
baik dari sisi peneliti maupun dari sisi subyek penelitian. Dari sisi
peneliti, apabila ia mengetahui jenis obat yang digunakan, mungkin ia
cenderung untuk melakukan penilaian atatu tindakan yang menguntungkan
subyek yang diberi obat yang diteliti. Dari sisi subyek, ketersamaan
dengan menggunakan placebo akan mengurangi atau meniadakan pengaruh efek
placebo, yakni perasaan mengalami suatu efek padahal efek tersebut itu
tidak ada.
C. Jenis-Jenis Blinding
Penelitian
eksperimen/uji klinis dengan teknik randomisasi akan lebih besar
kualitasnya jika dalam pengukurannya dilakukan penyamaran (blinding).
Terdapat tiga jenis penyamaran yaitu single blind, double blind, dan
triple blind (satu, dua dan tiga penyamaran).
a. Single blind
Teknik
single blind yaitu hanya penderita saja yang tidak mengetahui obat apa
yang diminumnya. Sedangkan peneliti sendiri boleh mengetahui obat apa
yang diberikan kepada penderita. single blinding (pembutaan tunggal)
merupakan tekhnik untuk menyembunyikan status penunjukkan kelompok
kepada subyek-subyek penelitian, sampai studi berakhir. Single blinding
(pembutaan tunggal) merupakan tekhnik untuk menyembunyikan status
penunjukkan kelompok kepada subyek-subyek penelitian, sampai studi
berakhir Untuk penelitian klinik yang tidak mempunyai concurent control,
sudah barang tentu tidak mempunyai teknik blind ini, dan biasanya
menggunakan istilah open trial , yang dilakukan pada tahap 1 dan 2 pada
clinikal trial tersebut.
b. Double blind
Double
blinding adalah tekhnik untuk menyembunyikan status peninjukkan
kelompok kepada subyek penelitian maupun pengamat, maupun analisis dan
statistic, sampai studi berakhir. Dengan teknik double blind
dimaksudkan, baik peneliti maupun penderita sama-sama tidak mengetahui,
atau tidak dapat membedakan obat apa yang diterima dan diselidiki pada
kedua kelompok tersebut. Sedangkan pelaksanaan pemberian obat (pelaksana
trial) adalah dokter klinis yang tidak terlibat dalam penelitia
tersebut.
Dengan cara ini akan diperoleh :
- Peneliti terbebas dari beban moral untuk membagika penderita pada suatu trial untuk penyakit yang selama ini belum ada pengobatan yang efektif, sedangkan obat yang diteliti diduga lebih efektif, sedangkan obat yang diteliti diduga lebih efektif.
- Penyakit terhindar dari “bias” selama observasi hasil pengobatan. Obyektifitas pengukuran akan lebih baik lagi bila penderita juga mengetahui tentang obat yang diterima, seandainya penilaian terhadap hasil pegobatan memerlukan keterangan dari penderita, terutama mengenai kejadian efek samping
c. Triple blind
Triple
blinding adalah tekhnik untuk menyembunyikan status penunjukkan
kelompok kepada subyek penelitian, pengamat, maupun analisis data
statistic, sampai studi berakhir. Tujuan triple Blinding adalah mencegah
bias informasi pada semua tahap studi. Jika pasien, dokter pemeriksa
maupun individu yang melakukan analisis tidak diberitahu identitas obat
yang diuji dan pembandingnya. Pada desain ini baik subyek, peneliti,
maupun evaluator tidak tahu obat apa yang diberikan. Statistik lebih
efektif (pemilihan subyek secara random) Sebagian ahli tidak
mempergunakan istilah ini, meski terdapat tiga komponen ketersamaran,
cukup disebut sebagai tersamar ganda saja.
D. Kelebihan Dan Kekurangan Blinding
Kelebihan
dari teknik penyamaran/pembutaan ini dimana peneliti maupun responden
tidak mengetahui status responden dan dapat meminimalisir faktor perancu
yang dapat menyebabkan bias. Kesehatan dan keselamatan pasien tetap
dipantau sepenuhnya oleh penanggung jawab medik, sehingga sewaktu-waktu
terjadi hal-hal yang tidak diharapkan (adverse effects) dapat segera
dilakukan penanganan secara medik.
Kekurangan
dari cara ini adalah masalah etika memberikan perlakuan yang
dihipotesiskan merugikan, atau tidak memberikan perlakuan yang
bermanfaat, jika ukuran sampel terlalu kecil, randomisasi gagal
mengontrol faktor perancu, dan presisi estimasi rendah, tujuan
randomisasi tak tercapai jika hanya dilakukan pada subjek yang memenuhi
syarat eligibilitas atau memberikan respons baik, jika waktu perlakuan
terlalu pendek, RCT tidak mampu menunjukan efek perlakuan yang
sesungguhnya situasi sangat terkontrol, khususnya jika dilakukan
restriksi sampel, membatasi generalisasi hasil penelitian.
E. Contoh Desain
Contoh
kasus desain studi eksperimental misalnya penelitian mengenai efek
suplementasi Fe, asam folat dan vitamin B12 terhadap peningkatan kadar
hemoglobin pada wanita. Desain penelitian ini adalah Randomized Control
Group pretest posttest dengan double blind artinya pada desain
penelitian ini digunakan teknik randomisasi untuk mengontol dan
melengkapinya dengan teknik double blind yaitu Teknik untuk membuat
subjek (single blinding), pengamat (double blinding), atau penganalis
data (triple blinding) tidak mengetahui (“buta”) tentang status
intervensi dari subjek penelitian. Semua hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya bias. Selain itu, pada penelitian ini dilakukan
pretest untuk mengukur kadar Hb awal dan posttest untuk mengukur kadar
Hb akhir. Responden dengan kadar hemoglobin 8-11,5 mg/dl pada saat
pretest diikutsertakan dalam penelitian. Kemudian penelitian ini dibagi
menjadi 3 kelompok perlakuan secara random yaitu kelompok A diberi
suplemen Fe dan vitamin B12, Kelompok B diberi suplemen Fe, asam folat
dan vitamin B12 dan kelompok C diberi suplemen Fe dan asam folat 2 kali
seminggu selama 12 minggu. Seminggu sebelum suplementasi diberi vitamin A
dan obat cacing Albendanzole. Setelah itu, Responden yang telah
mendapatkan perlakuan dilakukan posttest untuk melihat kadar HB setelah
perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Dallas E. Study Design in Epidemiology. Melbourne; 2008 Contract No.: Document Number.
Elwood M. Critical Appraisal of Epidemiological Studies and Clinical Trials. New York: Oxford University Press; 2007. p. 19-44
Najmah,
L. Gurrin, M.Henry, J.Pasco. Hip Structure Associated With Hip Fracture
in Women: Data from the Geelong Osteoporosis Study (Gos) Data
Analysis-Geelong,Australia. International Journal of Public Health
Research 2011. 2011(Special Issue):185-92.
Najmah,
Nuralam Fajar, RIco Januar Sitorus. The Effect of Needle and Syringe
Program on Injecting Drug Users’ Use of Non-Sterile Syringe and Needle
Behaviour in Palembang, South Sumatera Province, Indonesia International
Journal of Public Health Research 2011; (Spesial Issue):193-9.
Rothman KJ. Epidemiology, An Introduction. New York: Oxford University Press; 2002. p.57-93
Sacher
PM, Maria Kolotourou, Paul M. Chadwick, Tim J. Cole, Margaret S.
Lawson, Alan Lucas, et al. Randomized Controlled Trial of the MEND
Program: A Family-based Community Intervention for Childhood Obesity.
Obesity. 2010;18(1):S62-S8.
Webb
P, Bain C, Pirozzo S. Essential Epidemiology, An Introduction for
Students and Health Professionals. New York: Cambridge University Press;
2005. p. 118-145
Related Posts